Eksekusi Sergei Ditunda, Komisi III Siap Teriaki Kejagung
JAKARTA (nasional.sindonews.com) - Ungkapan kekecewaan disampaikan Anggota Komisi III DPR Arsul Sani terkait ditundanya eksekusi mati terhadap warga negara Prancis Sergei Areski Atloui.
Menurut Arsul, seharusnya pria pemilik pabrik narkotika itu pantas untuk segera dieksekusi karena terbukti mendirikan dan mengoperasikan pabrik narkotika di Tanah Air.
"Dia datang ke sini bangun pabrik dan mengoperasikan. Jadi tidak ada fakta baru. Buat saya pemerintah aneh kalau yang ditunda itu si Sergei," ujar Arsul saat ditemui di Jakarta Senin (27/4/2015).
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) melanjutkan, apabila alasan tertundanya Sergei dikarenakan pengajuan gugatan grasi presiden ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), maka pemerintah bisa mendorong pihak pengadilan untuk menyegerakan putusan. Sehingga, tidak perlu ada penundaan eksekusi.
"Tidak perlu ada pemeriksaan pokok perkara, di pemeriksaan pendahuluan gugatan harusnya bisa disebutkan bahwa PTUN tidak dapat diterima gugatan karena sudah ada yang pernah diputuskan (gugatan duo Bali Nine)," sarannya.
Dia pun mengancam apabila dalam waktu dekat yang bersangkutan tidak segera dieksekusi maka pada rapat kerja selanjutnya dengan Kejaksaan Agung dirinya akan mempertanyakannya.
"Kalau nanti (sampai) rapat kerja yang akan datang dengan Jaksa agung orang Prancis ini belum dieksekusi saya akan teriaki. Karena tidak ada alasannya," pungkasnya.
JELANG EKSEKUSI MATI: Pemerintah Tak Gubris Tekanan Internasional
Bisnis.com (m.bisnis.com), JAKARTA--Sekalipun badai tekanan datang dari pimpinan negara dan lembaga internasional agar pelaksanaan eksekusi hukuman mati dibatalkan, pemerintah RI kembali menunjukkan nada hawkish kepada dunia internasional.
Eksekusi yang direncanakan pada Selasa (28/4) dini hari, tersebut sedianya akan dilakukan terhadap sembilan terpidana, yakni delapan warga negara asing (WNA) dan seorang WNI.
Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi mengatakan kejahatan terkait narkotika dan obat-obatan terlarang adalah kejahatan yang merusak masa depan bangsa dan negara. "Hukum harus ditegakkan," katanya melalui pesan singkat.
Sebelumnya, sejumlah negara dan bahkan PBB turut meminta pemerintah Indonesia untuk membatalkan eksekusi mati tersebut.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon menegaskan bahwa PBB mengecam hukuman mati dalam kondisi apapun.
Dia mendesak Jokowi untuk segera mempertimbangkan pembatalan eksekusi tersebut.
"Dalam hukum internasional, hukuman mati hanya diberlakukan untuk mengganjar kejahatan yang sangat serius, yang mencakup pembunuhan secara sengaja. Kasus narkoba tidak termasuk," katanya dalam sebuah pernyataan resmi, Sabtu (26/4).
Selain itu, Presiden Prancis Francois Hollande memperingatkan pemerintah Indonesia untuk membatalkan eksekusi mati terhadap sepuluh terpidana, termasuk seorang warga negara Prancis Serge Atlaoui. Belakangan dikabarkan, eksekusi terhadap Sergei ditunda.
Hollande mengancam, pemerintahnya akan menunda kesepakatan kerja sama yang telah dicapai Prancis dan Indonesia dalam konferensi tingkat tinggi Kelompok G-20 pada November lalu.
Pihaknya juga akan bertemu dan menggandeng negara lain yang warganya turut menjadi terpidana mati, seperti Australia dan Brasil.
Bahkan, Hollande menyebutkan konsekuensi yang akan diterima Indonesia bukan hanya berasal dari negara-negara tersebut tetapi juga dari Eropa.
Adapun, akhir tahun lalu Indonesia dan Prancis sempat menggelar pertemuan bilateral dan menyepakati kerja sama di bidang infrastruktur maritim dan perang melawan ISIS.
Kedua negara juga menyepakati membentuk sebuah kelompok demi meningkatkan kerja sama.
esakan juga datang dari Australia, terakhir Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop. Dia masih berharap Jokowi akan mengubah keputusannya dalam detik-detik terakhir jelang eksekusi.
"Sekali lagi, saya memohon dengan hormat pada Presiden Indonesia untuk mempertimbangkan pembatalan. Ini belum terlambat untuk mengubah hati Anda," kata Bishop.
Dalam pelaksanaan eksekusi serupa pada Januari 2015 lalu yang kemudian direspons oleh pemerintah Brasil dengan menarik duta besarnya, Retno mengatakan hal tersebut merupakan hak masing-masing negara. "Isu ini adalah isu penegakan hukum sebuah negara berdaulat yang demokratis," katanya.
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri juga meyakini bahwa langkah eksekusi hukuman mati tidak akan memperberat tugas pemerintah dalam melakukan diplomasi ketika ada WNI yang terancam hukuman mati di negara lain.
"Merupakan tugas negara untuk tetap memberikan perlindungan dan pendampingan hukum bagi warga negaranya semaksimal mungkin," katanya.
Udah jelas-jelas banget bandar tuh.
Kira2 tetap eksekusi gak ya
Siapin aja uang yg banyak.
Ada yg bisa jawab/yang tahu.
Apakah WNA yang telah di atau akan eksekusi terbukti telah melakukan pembunuhan?
Apakah belum sempat mengedarkan=telah membunuh
Link: http://adf.ly/1FuGgQ [Escape plan]Eksekusi sergei WN perancis ditunda [berikut isi ancaman]
Put the internet to work for you.
0 komentar:
Posting Komentar