Koordinator Polonia Centre, Mustofa Nahrawardaya menegaskan, tim hukum Prabowo-Hatta akan memenangkan gugatan di Mahkamah Konstitusi. Ia menyebutkan beberapa faktor yang membuat tim Prabowo-Hatta bisa memenangi gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Faktor yang pertama, PKS pernah punya pengalaman serupa di Sulawesi yang kalah di KPUD namun menang saat menggugat ke MK. Polanya sama dengan yang terjadi dengan kecurangan pilpres 2014 ini," katanya di Jakarta, Minggu 27 Juli 2014.
Ia mengatakan, data-data yang dijadikan bukti dan dipegang oleh PKS saat ini berupa video kecurangan, pencoblosan secara massal oleh penyelenggara dan kejanggalan pada form C1.
"PKS serius garap kecurangan nasional juga. Mungkin orang bilang cuma video, tapi jelas ini bukan rekayasa. Masa iya MK diam saja ketika melihat video panitia atau penyelenggara mencoblos kertas suara," katanya.
Ia menyebutkan faktor kedua, yakni MK yang dipimpin oleh Partialis Akbar dan Hamdan Zoelva. Menurut dia, kedua orang ini adalah mantan politisi yang sangat mengerti persoalan yang digugat oleh Prabowo-Hatta. "Jadi kami yakin jika MK lebih cerdas dari KPU," ucapnya.
Sementara itu Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), Said Salahuddin, menjelaskan pelanggaran-pelanggaran pemilu yang bisa diajukan ke MK ada yang bersifat kualitatif dan bersifat kuantitatif.
"Pelanggaran kualitatif itu seperti persoalan-persoalan yang tidak secara langsung mempengaruhi hasil, seperti pemilih yang tidak memenuhi syarat atau pemilih yang memilih tidak berdasarkan domisilinya. Sedangkan pelanggaran kuantitatif, bicara p ada persoalan angka-angka seperti penggelembungan suara atau pengurangan suara," katanya.
Ia menegaskan jika ada bukti bersifat kuantitatif, maka MK tidak bisa memeriksanya secara random dan harus diperiksa satu persatu. Berbeda dengan bukti bersifat kualitatif yang bisa diperiksa secara random.
Selain itu Said mengingatkan pernah ada putusan MK yang paling ekstrem saat menangani sengketa pemilu dengan mengganti pemenang pemilu. Kondisi ini terjadi pada kasus Pilkada Kotawaringin Barat yang juga diikuti dua pasangan calon, dimana pemohon mampu membuktikan bahwa pemenang Pilkada versi KPUD terbukti melakukan kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.
"Saat ini pasangan calon hanya ada dua. Apabila pemenang pemilu terbukti melakukan kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif, maka tidak perlu pemilu ulang karena satu pasangan calon sudah cacat karena terbukti melakukan pelanggaran. MK dapat saja mengganti pemenang pemilu dalam kondisi pemohon dapat membutikan pemenang pemilu telah melakukan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif. Tapi bagaimana peluangnya, memang tidak besar, saya kok tidak yakin. Namun aturan mainnya memungkinkan," paparnya.
Said menjelaskan kondisi yang mungkin dilakukan adalah pemungutan suara ulang. Itu pun tidak 100 persen TPS. MK bisa mengabulkan pemungutan suara ulang di seluruh TPS yang dipermasalahkan atau hanya di sebagian TPS yang dipermasalahkan.
"Pemungutan suara ulang bisa terjadi jika bukti yang diajukan menunjukkan terjadi kekeliruan dalam proses pemungutan suara. Misalnya seperti laporan dari kubu Prabowo-Hatta, mengenai kecurangan yang terjadi di TPS yang ada di Papua," ujarnya.
http://ift.tt/ 1k28hAK
Put the internet to work for you.
0 komentar:
Posting Komentar