Pelajaran Pilpres 2014: Tim Sukses Berbuah Bumerang Bagi Prabowo
Sebuah pelajaran pilpres 2014 di mana publik mulai menduga-duga kontraproduktifnya tim sukses Prabowo. Sesungguhnya strategi branding Prabowo sendiri sudah cukup terpoles dengan baik. Walau di awal-awal banyak yang mengasosiasikan Prabowo dengan dugaan penculikan aktifis, kecanggihan gempuran iklan dan tingkah laku Prabowo sendiri yang disesuaikan, telah membuat asosiasi negatif itu berubah. Di pertengahan Juni, Prabowo bisa behave. Prabowo terlihat tidak emosional dan justru menjadi sosok terukur tanpa harus kehilangan imej tegas.
Pemilih Indonesia masih mementingkan sopan santun dan perilaku. Tak mengherankan perubahan asosiasi dari yang seram-seram itu seketika menjadi seseorang yang santun namun tegas. Di minggu ketiga sampai minggu keempat Juni, elektabilitas Prabowo sudah sangat dekat dengan Jokowi. Rekaman LSI bahkan menunjukkan titik tertinggi hanya berbeda 0,5%. Dengan tren peningkatan elektabilitas Prabowo yang konsisten dibarengi stagnansi elektabilitas Jokowi, bukan barang sulit bagi Prabowo untuk menyalip.
Pelajaran Pilpres 2014: #Bumerang di Masa Kampanye
Ironisnya, di tengah gempita kenaikan elektabilitas itulah justru datang bumerang. Apalagi bumerang itu merupakan buah tim suksesnya yang "keslimpet". Momen "Nazi" Ahmad Dhani, "sinting" Fahri Hamzah, serangan Fadli Zon, hingga "kalpataru" Hatta Radjasa sendiri menjadi pukulan ke arah muka sendiri yang telak. Publik jadi sadar bahwa ada sesuatu yang tidak beres pada pasangan nomor urut 1 hingga banyak elemen masyarakat yang secara aktif akhirnya bergerak dan menjadi motor dukungan bagi capres nomor urut 2.
P elajaran Pilpres 2014: #Bumerang Pasca 9 Juli
Pilpres 9 Juli usai dan berbagai Quick Count kredibel menunjukkan kemenangan signifikan Jokowi-JK. Namun, timses Prabowo berkeras untuk mempercayai beberapa lembaga Quick Count yang abal-abal yang memenangkan Prabowo-Hatta. Publik pun serta merta menjadikan hal ini bulan-bulanan di berbagai media massa. Entah mengapa Prabowo membiarkan imej dirinya disederajatkan dengan sesuatu yang "abal-abal"?
Pelajaran Pilpres 2014: #Bumerang Pasca Pengumuman KPU 22 Juli
KPU pun kemudian menunjukkan hasil yang sama dengan hasil Quick Count yang kredibel. Jokowi-JK menang dengan angka 53,15%. Tapi ah dasar keras kepala, timses Prabowo seakan berhasil membuat Prabowo berkeras untuk percaya dirinya tetaplah pemenang. Baginya, hasil KPU hanya hasil kecurangan. Secepat kilat, Prabowo bermanuver dengan berbagai pidato yang menggelikan. Publik pun antipati. Terakhir Prabowo datang ke MK menyerahkan daftar kecurangan untuk diselidiki. Itu pun "cacat". Bukti kecurangan yang diberikan Prabowo mengandung banyak kesalahan ketik, keanehan logika, hingga indikasi copy paste.
Kesalahan-kesalahan pada bukti-bukti tersebut tidaklah kecil, malah justru bisa membunuh karakter Prabowo. Publik akan makin mempertanyakan kredibilitas sang jenderal. Terutama kredibilitas dalam memimpin tim. Terlihat banyak sekali "gol bunuh diri" yang dilakukan oleh tim suksesnya sendiri, padahal kita tahu pasti banyak uang sudah digelontorkan Prabowo. Apakah sebegitu tidak profesionalnya tim sukses?
Atau jangan-jangan memang Prabowo tidak bisa memimpin? Ataukah Prabowo adalah tipikal seorang pemimpin bossy yang cuma pandai berkonsep ria dalam angan-angan lalu mendelegasikan kepada bawahan tanpa mau tahu bagaimana hal tersebut dilaksanaka n. Tanpa kontrol, tanpa kroscek. Seandainya Prabowo mau kroscek dan hati-hati saja, tentu bukti-bukti itu bisa dikoreksi sebelum diserahkan pada MK. Inilah perbedaan antara Jokowi dan Prabowo dalam soal manajemen kontrol.
http://ift.tt/1n3Q1Sh
Link: http://adf.ly/qi6dS Kasihan prabowo, menjadi bulan bulanan ambisi PKS, SDA dan ARB.
Put the internet to work for you.
0 komentar:
Posting Komentar